Semacam Review Buku "Gadis Kretek"
Pertemuan saya dengan novel ini tentu saja melalui gunjingan para pembaca di literasi base yang ada di twitter, banyak review bagus yang ditulis para pembaca, membuat saya mempunyai ketertarikan tersendiri dengan buku ini. Singkat cerita buku ini dengan mudah saya beli, tapi entah kenapa setelah membeli buku ini, saya enggan untuk membukanya, bahkan plastiknya sekalipun. Berbulan-bulan saya diamkan (bukan karena saya suka silent treatment), tapi karena saya tidak punya gairah untuk menyentuhnya. Biasanya buku baru yang saya beli langsung saya buka plastiknya, buka dulu halaman-halaman pertama, kalau kurang menarik langsung saya taruh dan diamkan beberapa minggu sampai minat lagi membaca bukunya.
Saya memang bukan tipe orang yang konsisten, saya bisa sekali loncat buku satu ke buku lainnya untuk mencari posisi yg nyaman sampai buku itu saya hatamkan. Tapi entah mengapa buku Gadis Kretek ini masih saja rapi sejak saya bawa pulang ke rumah. Lalu beberapa waktu lalu, tanpa sengaja saya melihat trailer film, ternyata buku ini akan segera di filmkan. Langsung saja saya jenggerat tangi dan segera membuka buku yang masih gress itu. Saya memaksakan diri untuk membacanya sebelum filmnya tayang. Karena saya tidak mau imajinasi saya diganggu.
Pertama kali baca di halaman pertama, saya sangat nyaman dengan penulisannya. Buku ini adalah salah satu novel yang enggak bikin saya reading slump, saya yang biasanya suka loncat-loncat buku tiba-tiba jadi pembaca yang setia dengan satu buku. Buku ini berhasil saya selesaikan sekitar 4 hari, tanpa jeda buku lain.
Saya juga heran dengan tingkah saya kali ini, kok ya gak biasanya. Mungkin karena saya tertarik dengan latar belakang keluarga Jawa yang diusung penulis, merasa nyambung. Atau juga karena bercerita tentang anak orang kaya dari suku jawa, jadi jiwa miskin saya terhibur hehe.
Dalam novel ini sebetulnya tidak hanya membahas tentang sejarah pabrik rokok saja, tapi juga menyinggung tentang masa perjuangan sebelum kemerdekaan juga kelamnya masa-masa G30S. terlepas dari tokoh utama, di novel ini saya mengidolakan Roemaisa, sosok wanita yang kuat dan tegar, dengan atau tanpa lelakinya. Saya yakin buku ini membutuhkan riset yang luar biasa, saya sempat membaca artikel bahwa sang penulis Ratih Kumala membutuhkan waktu selama 4 tahun untuk penggalian data.
Setelah membaca novel ini saya semakin suka dengan novel yang berbau sejarah, saya menjadi ketagihan mengoleksi novel serupa. Buku ini berhasil menghibur saya dari awal hingga akhir,meski mempunyai alur yang cepat (seperti nonton film) tapi penulis berhasil menyelesaikannya dengan baik, meski penyelesaian masalah di akhir terkesan terlalu buru-buru. Pemberian karakter dalam novel digambarkan begitu realistis dan tidak berlebihan. Sampai-sampai saya masih kesal kalau ingat, dengan tokoh-tokoh yang jengkelin poll, pengen banget ngremet lambene saking keselnya.
Seperti yang saya jelaskan diatas, novel ini terkesan memiliki ending yang terburu-buru, yaa kalau saya jadi keluarga Jeng Yah tidak akan berlapang dada menerima apa-apa yang disodorkan keluarga Soedjagad, mending wani gelud wae.
Meski mempunyai ending yang kurang greget, tapi novel ini menjadi salah satu novel favorit saya, konteks budaya dan latar belakang keluarga Jawa yang membuat saya merasakan kedekatan tersendiri dengan karakter-karakter di novel ini.
Buku ini sangat rekomended, 9,5/10 nilai yang bisa saya berikan, karena yaa memang sebagus itu. Buat kalian ODGJ (Orang Dengan Gen Jawa) setidaknya bacalah novel ini meski sekali seumur hidup, dan juga baca sebelum filmnya muncul yaa, biar nanti waktu nonton lebih marem. Dan juga boleh lihat trailernya dulu sebelum baca bukunya, biar kalau bayangin Jeng Yah yang muncul wajah ayunya mbak Dian Sastro wqwqwq.
Keren
BalasHapusMaaciww sudah baca ✨
HapusUwuuuuu🫶🫶
BalasHapusWaaaa makasi sudah baca ❤️❤️
Hapus