Masa Kecil Paling Rese'

Beberapa waktu lalu saya sudah pernah cerita perihal sebutan "anak lanange ayah" yang tersemat pada Ayu kecil. Saya pikir-pikir, saya memang aneh sejak dini. Saya memiliki kakak perempuan dengan selisih umur 5 tahun, waktu kecil kami sering dibelikan barang-barang yang kembar alias sama. Bukan karena kami terlihat seperti anak kembar, melainkan saya adalah anak kecil rese' yang irian. Saya selalu menangis dan meminta barang kakak saya, jadi orang tua kami memiliki ide cemerlang untuk menanggulangi kenakalan saya, dengan membelikan barang-barang yang sama, supaya saya tidak meminta hak kakak saya. 

Solusi itu tidak serta merta menyelesaikan perkara, pasal barang-barang kembar yang kami miliki, agaknya kakak saya jengkel jika memiliki barang yang sama persis dengan saya. Kalo dipikir-pikir, saya juga pasti jengkel jika punya adik macam saya waktu kecil wkwkwk. Lagi-lagi orang tua kami tidak kehabisan akal, blio-blio membelikan kami barang yang sama tapi tidak persis. Contoh, sama-sama dibelikan crayon, tapi warna kotaknya beda, sama-sama dibelikan topi, tapi motifnya beda meskipun dengan model yang sama. Hal ini berhasil membuat saya tidak iri dan kakak saya tidak jengkel. Selamat emak bapak, njenengan ngeten pun 👍

Tapi eh tapi, ada kejanggalan yang saya rasakan dulu. Dari barang-barang yang kami miliki, motif punya kakak saya selalu bertema pink dan bunga-bunga, sangat girly dan feminim, sedangkan punya ayu kecil selalu bertema dark. Saya ingat betul ketika kami punya pensil warna, kotak pensil punya kakak saya bergambar boneka lucu warna pink, sedangkan kotak pensil punya saya berwarna hitam dengan gambar mobil. Kami juga punya topi bucket (dulu sangat hits pada jamannya), punya kakak saya bermotif bunga dan punya saya bergambar porenjes (power rangers). Saya sempat bertanya kepada emak saya berihal tema kami yang bertolak belakang, dengan mantab emak saya bilang "lha wong awakmu dewe seng njalok". Tapi, jika saya sendiri yang minta, mana mungkin saya bertanya, ya tho?. Tapi yasudahlah, daripada saya diusir dari rumah wkwkwk

Banyak sekali momen waktu kecil yang masih saya ingat, kata ustadzah saya waktu ngaji dulu "pahala puasa anak kecil yang belum baligh bisa berwujud ingatan-ingatan masa kecil yang dipertahankan oleh Allah sebagai hadiah". Saya dulu mulai belajar puasa dari kelas 1 SD, dari puasa bedhok sampai puasa penuh. Memang pada dasarnya sudah  rese', saya lebih rese' lagi ketika berpuasa. Bikin ulah dan mencari alasan supaya bisa nangis lalu mokel (dulu saya mempercayai kalo nangis membatalkan puasa), karena ibu saya sering bilang "lek nangis batal lho", mungkin maksud ibu saya bilang seperti itu agar saya tidak menangis, tapi saya lebih memilih menangis dan bisa makan, ha ha ha. Dari kenakalan-kenakalan saya, siapa yang menjadi sasaran empuk waktu itu? YA TENTU KAKAK SAYA LAAHHH, benar, saya adalah bawang merah, megeli puwoll wkwkwk

Selain penguji kesabaran kakak saya, saya juga penguji kesabaran paling handal untuk ayah saya. Pernah suatu ketika, saat ayah saya mau berangkat Jum'atan, saya nangis gulung-gulung karena mau ikut Jum'atan juga. Ayah saya dengan sabar menjelaskan jika sholat Jum'at hanya untuk laki-laki, dan saya tidak boleh ikut karena saya perempun. Tentu saya tidak mau menerima alasan itu dan terus menangis seperti reog. Mungkin ibu saya membatin "i'm so done", dan menyarankan ayah saya memakaikan sarung dan peci pada saya. Tapi entah kenapa hati kecilku berbisik "nak, ini sudah tidak benar". Akhirnya saya enggak jadi ikut dan ayah saya berangkat jum'atan dengan tenang meski blio kehilangan pahala kurban seekor unta karena hampir terlambat sholat Jum'at, hehe.

 Dari cerita-cerita ini, bisa saya simpulkan bahwa tugas saya waktu kecil adalah penguji kesabaran dalam keluarga. Saat saya sudah besar, saya diuji kesabarannya dengan orang-orang sekitar. hadeeehhhh





Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Letter For My "Orang Aneh"

Doa yang Tertunda, Ustadz Hanan Attaki

Opini Tentang Buku "The Mirror of Mohammed" by Abdul Ghaffar Chodri