Dea Anugrah Called Me "Ayu"

 Sejak kecil saya tidak terlalu suka jika dipanggil "Ayu", satu-satunya alasan yaa karena dari nama Ayu banyak sekali ejekan-ejekan yang muncul, mulai dari dikatain nama pasaran, gak cocok sama muka, hingga plesetan nama "cuyu" (semacam hewan mirip kepiting yang hidup di kali dan memakan tai). Percayalah, dari ejekan-ejekan itu, semua sangat menjengkelkan bagi seumuran anak SD seperti saya waktu itu. 

 Semakin dewasa, nama Ayu menjadi semakin rumit. Memang tidak ada lagi yang mengejek saya dengan memanggil " yu cuyu ", tapi karena nama Ayu layaknya nama kebangsaan masyarakat Indonesia alias pasaran poll, saya sering kali kecilik waktu  teman saya memanggil Ayu tapi bukan Ayu saya yang dimaksud, tapi Ayu yang lain, sungguh bajilak tenan ! .

Ada momen dimana saya benar-benar kecilik karena panggilan Ayu yang saya kira tertuju pada saya tapi nyatanya ditujukan pada Ayu yang lain, dan ada juga momen dimana saya dibuat kecilik karena keisengan teman yang gabut pengen hiburan dengan menggoda saya dan membuat saya kecilik. Sejak saat itu saya lebih suka dipanggil Ayu Datus untuk menghindari kecilik yang sering saya alami. Dan saya mempunyai tehnik baru, ketika dipanggil Ayu saja saya jadi lebih slow respond alias gak buru-buru noleh , kecuali di ruangan itu hanya saya yang bernama Ayu. Sebuah life hack untuk orang-orang dengan nama pasaran seperti saya, karena itu sungguh manjur untuk mengurangi kekecilik'an .

Selain karena pasaran poll, sebenarnya saya juga minder jika dipanggil Ayu. Karena saya merasa muka saya tidak sesuai dengan nama yang saya emban, kok bisa muka begini namanya Ayu, harusnya kan Ayu bangeettt, hehe. Guyon reeekk wqwqwq

Tapi semenjak kelas 2 SMA, panggilan Ayu sudah menjadi asing ditelinga saya. Entah siapa yang mencetuskan panggilan Datus untuk saya, hingga satu kelas tidak pernah memanggil saya Ayu lagi. Jika diingat-ingat, mungkin karena saran dari Pak Jalil (guru bahasa Inggris waktu SMA) yang mengatakan bahwa nama Datus yang terdapat di tengah-tengah nama saya adalah nama yang unik dan beliau menyarankan untuk dipanggil Datus waktu kuliah nanti, supaya keren, katanya.

Dan setelah hari itu, saya tidak pernah dipanggil Ayu lagi di sekolah, kecuali keluarga, saudara dan teman akrab waktu kecil. Sekarang saya hidup dengan panggilan Datus.

Terlalu lama hidup dengan panggilan Datus, saya terbiasa mengenalkan diri dengan sebutan Datus, termasuk semua media sosial yang saya miliki. Entahlah, hanya di blog ini saya memajang nama Ayu di depan. Dan mungkin dari situ, bapak Dea Anugrah memanggil saya Ayu.


Sebelumnya, saya sangat senang karena bapak Dea sudah mampir di Blog saya, meski sebenarnya saya sedikit malu karena tulisan saya terbilang amburadul seperti hukum negara ini.Tapi beliau tetap mengapresiasi apa yang saya tulis dengan membacanya, suwun pak Dea. Padahal harapan saya dengan mention-mention beliau hanya sekedar ingin dikasih like postingan seperti link podcast saya beberapa waktu lalu, tanpa berekspektasi apapun, ndilalah kok ya dibaca, kan saya jadi senang tho yooooo. 

Dari balasan komentar beliau, saya juga kagum ketika bapak Dea memanggil saya Ayu. Saya merasa dipanggil oleh keluarga, saudara atau sahabat kecil saya. Dan dari situ saya menjadi ingat bahwa Ayu masih bagian dari nama saya. :)



Komentar

  1. Renyah tulisannya yu 😉
    Aku tetap memanggilmu ayu. Wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya merasa terhormat jika dipanggil Ayu, karena hanya orang-orang tertentu yang manggil Ayu hehe ❤️

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Letter For My "Orang Aneh"

Doa yang Tertunda, Ustadz Hanan Attaki

Opini Tentang Buku "The Mirror of Mohammed" by Abdul Ghaffar Chodri