Saya Dulu Cinderella

Dulu, saat masih muda, banyak sekali yang menyebut saya sebagai gadis tomboy. Saya sering dipanggil "anak lanange ayah" oleh sebagian tetangga saya, tentu tetangga dekat yang sering melihat saya membantu pekerjaan rumah bapak seperti mengecat, ngudek luluhan atau bahkan mengayak pasir. Semua saya lakukan tanpa diperintah, murni kemauan saya sendiri, karena saya pikir pekerjaan-pekerjaan itu sangat seru. Meski sesekali ibu saya melarangnya.

Menurut saya, ibu saya sepertinya memiliki ambisi sendiri, yang selalu ingin melihat saya tampil cantik, salah satunya dengan melarang saya memotong rambut sedikitpun, hingga rambut saya selalu mengurai panjang sampai pinggang, iya pinggang. Mungkin dalam hati semua orang tua, ada rasa bahagia jika melihat anak gadisnya tumbuh menjadi gadis yang kiyowo

Ada satu momen ketika saya diundang di acara ulang tahun anak tetangga (yang saya sendiri tidak terlalu akrab, karena beda sekolah), saya menjadi sorotan saat itu, saya pikir karena penampilan saya terlihat sedikit berlebihan untuk ukuran ulang tahun di desa. Bagaimana tidak, saya merasa seperti ikut karnaval saat itu. Semua karena ulah ibu saya. Untuk penampilan anak-anaknya, ibu saya punya kendali penuh, dan meskipun kami memberontak, tetap saja keputusan ada di telapak kaki ibu. 

Saya ingat waktu itu, saya hanya pasrah melihat ibu saya menyiapkan baju untuk acara ulang tahun. Saya akhirnya berangkat dengan dandanan memakai gaun mekrok warna orange dan rambut saya terurai panjang dengan mahkota kecil di kepala saya. Untuk umuran kita saat ini, mungkin terlihat lucu melihat anak SD kelas 4 berpenampilan seperti itu, apalagi dulu kulit saya sangat putih. Tapi percayalah, waktu itu saya sedikit malu, sedikit, lebih banyak enggaknya karena kata ibu saya "saya cantik" hehe. 

Sebenarnya saya tidak malu karena penampilan saya, toh baju saya juga tidak robek. Saya hanya malu ketika saya sendiri yang mengenakan baju seperti itu, saya hanya takut terlihat berbeda, karena saya sadar tidak banyak manusia yang bisa menerima perbedaan. Saya juga takut dianggap berlebihan, bayangkan anak kelas 4 SD bisa berpikiran seperti itu, sifat pesimis saya memang terlihat sejak dini, wkwkwk.

Benar, hal yang paling menakutkan adalah pikiran kita sendiri, lebih menakutkan lagi jika pikiran itu benar-benar terjadi, sial!!. Sepanjang acara saya melihat anak-anak yang klesak-klesik atau bisik-bisik sambil menatap saya, lalu mereka tersenyum dan cekikikan. Saya marah, saya malu, dan kemarahan itu saya lampiaskan ketika saya pulang, sambil cemberut saya bilang ke ibu saya "buk aku lho dirasani, emoh aku gawe klambi iki!". 

Permasalahan yang terjadi tidak saya ambil pusing, saya beruntung karena mereka berbeda sekolah dengan saya, jadi saya bisa tenang. Beberapa hari setelah itu, terdengar desas desus jika anak SD sebelah naksir saya, karena saya di ceng-cengin terus di tempat ngaji (anak tetangga tadi teman ngaji saya). Waktu SD saya cukup beken, bisa dibilang banyak yang naksir karena saya sering dapat surat dari teman (meski gedenya jadi jomblo akut).

Dulu saya sangat terganggu jika ada orang yang naksir saya. Ungkapan Eun Dan Oh di drama Extra Odinary You ternyata benar, "mencintai sepihak tidak hanya menyiksa orang yang mencintai, tetapi juga orang yang dicintai". Tapi masalahnya ini anak SD boss, sek cilik wes cinta-cintaan. Saya benar-benar terganggu, karena seringkali melihat anak SD sebelah mondar-mandir lewat depan rumah dan sesekali teriak "aayuuu digolek.i iki lhoo".

Melihat kejadian itu ibu saya langsung keluar dan teriak "heh! sek cilik kok ate pacar-pacaran!", seketika kumpulan anak-anak tadi kocar-kacir dan tidak berani lagi lewat depan rumah. Dan setelah itu ibu saya masuk rumah sambil ketawa-ketawa, karena penasaran saya tanya "opo o buk?"

"iku lho anak.e sampe seng ngesir awakmu"

"lha kok eroh?"

"iyo, ibuk.e cerito pas ketemu ibuk nak pasar. Nangis-nangis njalok rabekne awakmu, jarene koyok Cinderella"

Mendengar cerita itu saya, ibu dan ayah ngakak LOL. Semua gara-gara acara ulang tahun itu, saya disebut Cinderella oleh anak yang umurnya dibawah saya yang merengek pada ibuknya untuk menikahkannya dengan saya. Enggak habis pikir!! wkwkwk.

Saya kira cerita ini akan usang dan hilang dari pikiran-pikiran kami, ternyata tidak. Ketika saya sudah kuliah dan entah ada kepentingan apa, saya dan ayah saya bertamu ke rumah pak Kades untuk minta tanda tangan berkas. Kami bertemu seorang bapak-bapak yang ayah saya kenal. Sebagai basa-basi yang klasik yang sudah bisa ditebak ketika awal pertemuan pertanyaan "niki anak.e pak?" adalah yang paling umum dari yang umum, dan ingin saya menjawab "yo iyo pak, mosok mbok nom.e" tapi saya urungkan karena saya pernah belajar Aqidah akhlaq.

"nggeh pak, niki ayu, yugo kulo seng nomer kaleh", ayah saya menjawab

"OALAAAH  CINDERELLA" ucap bapak itu riang, dan saya langsung paham beliau bapak siapa. wkwkwk

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Letter For My "Orang Aneh"

Doa yang Tertunda, Ustadz Hanan Attaki

Opini Tentang Buku "The Mirror of Mohammed" by Abdul Ghaffar Chodri