Bakat Terpendam Nying-nying Dalam Bersepeda
Pada tahun 2014 kebawah, berangkat sekolah menggunakan sepeda onthel adalah hal yang lumrah. Saya juga kurang paham apa yang bikin ngonthel waktu itu jadi hits, atau memang karena kebutuhan?, padahal sebenarnya pada tahun-tahun tersebut kendaran bermotor juga sudah banyak, lha kok ndak naik motor saja?. Tapi rata-rata anak sekolahan jaman dulu malah banyak yang menggunakan sepeda untuk sekolah.
Tak terkecuali saya, dari kecil saya dibiasakan mandiri untuk berangkat sekolah sendiri dan hampir tidak pernah diantar (kecuali waktu TK), jadi saya selalu mancal (bersepeda) untuk berangkat sekolah. Saya ingat betul, hanya satu kali saya berangkat sekolah diantar emak, itupun karena saya sakit dan terpaksa harus masuk karena ujian semester, waktu SMP. Saya juga tidak paham, mengapa dulu saya ambis ra umum, padahal kan kalau sakit ya sudah ijin saja, masalah ujian kan bisa nyusul, tapi saya lebih memilih masuk sekolah dan mengerjakan soal ujian dengan tubuh lemas seperti kulup terong, pekok we tus!!
Sifat ambis saya berpengaruh atas keputusan-keputusan yang saya ambil, termasuk pilihan mondok atau nduduk (pulang pergi) yang ditawarkan oleh orang tua saya ketika saya mau memasuki jenjang SMA. Pada akhirnya saya memilih nduduk, karena saya berpikir jika saya mondok maka saya tidak bisa belajar maksimal di sekolah karena harus menerima pelajaran lagi di pondok, dan saya jadi takut tidak bisa ranking, sungguh keputusan yang tulul!. Padahal ndak gitu konsepnya *emot pistol.
Singkat cerita, dalam perjalanan ngonthel saya, saya jadi memiliki teman akrab yakni : mbak Bin (mbak-mbak IPS yang paling dewasa di antara kami), mbak Ul (mbak-mbak pemegang ranking di kelas IPA yang pendiam dan hemat ngomong) dan mbak pir atau biasanya di panggil Nying-nying karena suaranya yang melengking seperti toa masjid *guyon mbak hehe. Benar, dalam pertemanan kami saya adalah yang paling muda, kalau dalam grup idol K-Pop saya bisa disebut Magnae, kiyowo wqwqwq.
Waktu SMA saya ngonthel cuma 2 tahun, karena ketika mbak-mbak sudah lulus, saya jadi tidak punya teman untuk ngonthel bareng, jadi saya terpaksa naik motor ke sekolah di tahun terakhir saya SMA. Selama 2 tahun bersepeda bersama, ada banyak hal yang kami alami, dari peristiwa lucu, sedih dan mengerikan pernah terjadi.
Diantara banyaknya peristiwa yang terjadi, ada beberapa yang saya sangat suka mengingatnya, bahkan saya masih sering ketawa jika ingatan itu kembali saya putar.
Pernah di suatu sore yang syahdu, angin semilir dan matahari tidak terlalu membakar kulit, kami berempat pulang dari sekolah. Formasi waktu bersepedia biasanya saya berdampingan bersama mbak Bin dan mbak Pir bersama dengan mbak Ul, jadi kami bersepeda dengan berdampingan, kecuali jika kami melewati jalan yang sempit. Formasi tersebut tidaklah paten, tergantung mood dan tergantung ada kepentingan pada siapa kami akan berbicara, jadi fleksible.
Foto pada tahun 2014 diambil oleh Nying-nying |
Pada saat itu, ketika kami bersepeda dengan santai dan tenang, tiba-tiba mbak Pir yang berada di barisan belakang menyalip dengan kecepatan tinggi seperti Valentino Rosi tapi versi gowes. Kami bertiga tertegun sejenak, lalu saling menatap dan saling kode, bertanya dengan gerakan kepala dan dijawab dengan gerakan bahu, kami sama-sama tidak tahu.
"tukaran ta mbak ul?" tanya saya sambil menengok kebelakang.
"enggak, dari tadi kita nggak ngomong apa-apa" jawab mbak Ul santai dan tetap dengan suara yang lemah lembut seperti putri Solo.
"halah, beno wes, paleng nesu-nesu karepe dewe", ujar mbak Bin yang paham betul tabiat temannya yang moody-an itu.
"hoalah yawes", ucap saya santai. Kami terus melanjutkan perjalanan dengan tenang dan santai, sambil melihat ngebutnya teman kami yang sedang cosplay menjadi Rosi dari belakang. Kami kembali mengobrol, dan mbak Ul masih tetap diam, lalu ia pindah ke barisan depan, karena sendirian. Tidak baik berada di posisi belakang jika sendirian, mengko di gondhol kucing.
"Firoohh!!!" tiba-tiba mbak Ul berteriak kencang. Sangat kencang sehingga saya dan mbak Bin njingkat. Selain karena teriakannya, juga kami kaget ternyata mbak Ul bisa berteriak lantang, sungguh sebuah kejaiban dunia.
"opo o mbak ul?" saya bertanya, saya tidak bisa melihat keadaan depan karena tertutup mbak Ul.
"yu yu yu, Firoh!!" ucap mbak Bin ikut panik melihat mbak Pir sudah tergeletak di Semak-semak.
"Astaghfirulloh hal'adzim mbak Fir!!", saya ikut berteriak.
Seketika kami bertiga turut cosplay menjadi Valentino Rosi, sambil tetap meneriaki mbak Pir dari kejauhan.Sambil ngebut saya bertanya "iku mau lapo mbak?"
"emboh, lha enak-enak mancal moro-moro arek e nggeblak", ucap mbak Bin yang juga ikut menyaksikan detik-detik menegangkan yang terjadi pada mbak Pir.
"Astaghfirulloh, ayo mbak cepet" ucap saya panik dan kami menambah kecepatan ngonthel sambil dredeg gak karuan.
Biyangane, wedhos gembel!!, ketika jarak kami sudah dekat, mbak Pir mengangkat kepalanya dan menoleh ke belakang sambil nyengir kuda melihat kami yang tergopoh-gopoh.
"nyapo rek rame-rame?" dia bertanya tanpa merasa bersalah dan wajah tanpa dosa, sambil tetap meringis.
Mbak Ul yang sudah hebih dari tadi rasanya sudah kehilangan kesabaran.
"awakmu iku lapo fiiiirrr" dengan nada kesal dan rasa ingin ngrawuk, mbak Ul mengungkapkan emosinya, percayalah itu dia sedang marah.
"ya Allah samean iku lapo mbak?"
"marakne kancane bingung wae" timpal mbak Bin yang juga emosi.
"aku sektas nguantok rek, terus aku ngebut pengen ndang balek. Lakok teko adoh enek suket kandhel terus koyok kasur, yowes aku moro pengen turu nak kene" ucapnya santai dengan suara nyaring
"YA ALLOOOOHHHH" ucap kami serentak.
"kurang ajar!!" ucap mbak Ul yang membuat kami terdiam sejenak dan lanjut ngakak. Itu adalah momen pertama dan terakhir dimana kami mendengar mbak Ul berteriak kencang dan ngomong kasar. Keajaiban duniaa.
Ya Alloh masih ingat saja kejadian itu wkwkwk
BalasHapusLah iki pelakune muncul wqwqwq
Hapus