Mengejar Kereta Seperti Film India

 

" Urip ra onok dramane yo guduk urip!!", setidaknya kalimat itu sudah puluhan kali saya dengar dari berbagai mulut kawan-kawan saya. Namanya Tatang (tentu nama yang saya samarkan untuk melindungi martabatnya wqwqwq), salah satu teman saya waktu kuliyah, namanya berbau Sunda tapi dia asli Madura, Madura Negeri, bukan Madura Swasta seperti Jember dan sekitarnya. Dari kalimat yang sering saya dengar itu, maka sesering itu juga drama muncul di kehidupan saya dan pertemenan saya dengan kawan-kawan, terutama pengalaman drama saat berteman dengan Tatang, asyu tenan

Dari sekian drama yang pernah kami alami, satu yang bikin saya enggak habis pikir. Musibah drama itu dimulai ketika kami perjalanan ke kota Banyuwangi untuk mengunjungi salah satu teman. Manusia-manusia bondo nekat seperti kami tentu punya nyali lebih dari manusia normal untuk melakukan liburan tanpa modal, nekat buoss!. 

Jauh sebelum kami tidak punya uang (sepertinya memang sering tidak punya uang), kami merencanakan liburan (perjalanan keluar kota juga kami sebut liburan, sesederhana itu). Ketika uang masih banyak karena masih tanggal muda, ada saja jadwal yang tidak selaras, sehingga kami terus menerus menunda kunjungan ke rumah teman. Sampai pada satu titik dimana gejolak ra bondo saya bergejolak, "wes kesok budal tang!", tentu Tatang agak kaget karena kami sama-sama lagi kere, sama-sama tidak bisa hutang satu sama lain. 

"lah kamu yakin tus?" tanya Tatang. "iyalah, kalau nggak sekarang, kapan lagi tang. Mumpung kita sama-sama free" saya terus ngeyel. Bahasa Indonesia memang bahasa pemersatu bangsa, Tatang adalah satu-satunya teman yang memaksa saya untuk menggunakan bahasa Indonesia ketika berbicara, karena dia sama sekali tidak paham bahasa jawa kecuali kata Jancok.

"sekarang kamu punya uang berapa?", Tatang mengeluarkan dompetnya dan membukanya pelan. "wes kui cukup, gas besok Tang", saya memutuskan sepihak.

"oke siap", wajahnya menjadi sumringah.

Seketika saya paham dan kembali saya menimpali "ini beneran bayar sendiri-sendiri lho ya, aku gak punya uang buat nanggung tiketmu". 

Tatang diam sejenak lalu menjawab "tapi kalo uangku habis, nanti aku minta makan ke kamu ya tus, hehe". 

"dapuranmu, yowes gampang". jawab saya enteng, padahal waktu itu saya juga lagi bokek, tapi lha wong Gusti Allah mboten sare, niat saya kan baik, silaturahmi ke rumah temen hehe

Dan pada akhirnya kami berangkat menuju Banyuwangi, perjalanan berjalan dengan lancar dan normal, begitupun kami waktu sampai di kediaman teman kami, sungguh suasana yang kami rindukan di awal perkuliahan, bedanya kami sekarang berkunjung cuma berdua, tidak beramai-ramai. *emot nangis.

Pertemuan berjalan dengan singkat, rindu yang belum terbayar tuntas harus kami tabung kembali, tapi tak apa, setidaknya dengan bertemu meski sebentar, kami sedikit marem

Setelah puas merepotkan tuan rumah, saya dan Tatang kembali menuju Jember, uang kami hanya cukup untuk membeli tiket pulang dan sebotol air untuk bekal perjalanan, dan setelah itu entek resik. Sebelum sampai stasiun saya sempat sambat ke Tatang kalau saya pengen pipis tapi kebingungan nyari toilet, setelah boarding pass dan siap menunggu keberangkatan, tiba-tiba Tatang ngide "tus, kamu gamau pipis?"

"gila kamu tang, ini udah mau berangkat!"

"masih lama ini, sekitar 10 menitan lagi, aku juga kebelet tus"

"gak ah nanti aja di kereta pipisnya"

tiba-tiba raut muka Tatang berubah dan sedikit berbisik "kamu mau nanti pipis di kereta gak tenang? goyang-goyang keretanya, terus toiletnya juga kotor, pesing!".

mendengar ucapan Tatang saya langsung membayangkan ketika saya pipis dan saya malah njungkel karena kereta yang goyang-goyang. 

"yaudah ayo tang", saya dan Tatang bergegas mencari toilet, saya berjalan mengikuti Tatang, tiba-tiba Tatang berhenti dan bertanya

"mau kemana kamu tus?"

"ya mau pipis lah, masih nanya lagi bego kamu!"

"ini toilet cowok goblok!"

"astaghfirullah, sorry tang lupa kalo kita beda genre eh gender, hehe"

Itu adalah kebodohan pertama yang saya lakukan dan akan disusul kebodohan berikutnya. Saat tiba ditoilet wanita dan saat saya sedang buang hajat mini, tiba-tiba terdengar suara pengumuman kereta akan berangkat, dan roda kereta sudah terdengar melaju pelan. saya bergegas keluar, tentu dalam keadaan sudah cebok, tapi sayangnya saya tidak sempat memasang resleting celana. Dalam keadaan panik dan ikat pinggang yang bergelantungan, saya memegang erat celana saya sambil berlari, dari kejauhan Tatang sudah melambai-lambai sambil berteriak "tuuss cepet tuuuss". Saat saya berlarian mengejar kereta, saya merasa seperti main film Bollywood, seperti anjali di film kuch-kuch hota hai, bedanya saya kethayalan sendirian tanpa Syahrukhan.

Saya berlari sambil berteriak "paakk tunggu paakk", kami terus mengejar kereta yang melaju sedikit kencang, dan beruntungnya saya dan Tatang berhasil masuk gerbong meski dengan terengah-engah dan makian dari petugas kereta.  Bajilak, selain celana saya yang hampir melorot, saya rasa jantung saya juga ikut melorot.

Kebodohan masih saja berlanjut, karena saking paniknya, ketika kaki saya sudah melangkah ke gerbong kereta, ndilalah kok ndak kepikiran benerin celana dulu sebelum masuk kedalam. Secara reflek saya langsung masuk dan mencari tempat duduk sambil tetap memegang erat celana saya seperti balon, karena saya tidak mau ada yang mbledos. Saya baru sadar ketika penumpang lain menatap saya dan Tatang. Seketika saya dan Tatang langsung belok ke kursi yang kosong dan saling memunggungi untuk membenahi celana masing-masing. Saat itu saya merasa tidak punya harga diri, tapi layaknya Spongebob dan Patrick, kami selalu menertawakan kebodohan kami dan saling pisuh-pisuhan. Kampret tenan! Guoblok kon cok! wqwqwq



Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Letter For My "Orang Aneh"

Doa yang Tertunda, Ustadz Hanan Attaki

Opini Tentang Buku "The Mirror of Mohammed" by Abdul Ghaffar Chodri